Navigation

Organisasi Akal-akalan



(Oleh: Didi Suheri)
Saat rezim soeharto yang otoriter runtuh, Indonesia memasuki babak baru dalam sejarah, yaitu terjadinya reformasi yang membolehkan setiap orang mengeluarkan pendapat, bebas berkretivitas asal tidak ada hak orang lain yang diperkosa.  Sangat berbeda ketika Indonesia ini dipimpin oleh Soeharto, setiap orang dilarang mengeluarkan pendapat apalagi berupa kritikan terhadap pemerintah, orang- orang intelektual seolah dipenjara pikirannya, dibelenggu kreativitasnya, dan diberenges haknya. Organisasi masa (ORMAS) tidak begitu banyak pada masa itu, walaupun pada era soeharto ORMAS sedikit tetapi mempunyai karakter, landasan yang jelas, jelas tujuan dan fungsinya yaitu untuk menampung aspirasi masyarakat. Tetapi setelah sistem Demokrasi ini mulai tegak ditanah surga ini, bermunculan organisasi- organisasi masyarakat, mahasiswa ataupun para pemuda.
Alhasil dari sistem demokrasi ini melahirkan banyak ORMAS- ORMAS yang berdiri mengatasnamakan atau membawa kepentingan rakyat, tetapi kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, mereka salah kaprah, mereka menggunakan kekuatannya untuk mencari untung, berebuat kekuasaan, seperti halnya pada jaman purba, yang kuat dia yang berkuasa. GusDur  telah menyadarkan kita semua bahwa kita tidak hidup di zaman purba, opini mesti dilawan dengan opini, tulisan mesti dilawan dengan tulisan. Hukum rimba yang mengandalkan otot, kekerasan, senjata, otoriterianisme, sudah tidak berlaku lagi di zaman yang beradab ini.
LSM Pragmatis
Hari ini sudah tidak heran lagi ketika melihat Lembaga Swadaya Masyarakat saling bangku hantam, salih bunuh untuk merebut proyek limbah Pabrik dari LSM yang lain. Lucu ketika lembaga yang seharusnya menampung aspirasi masyarakat malah meresahkan masyarakat, LSM yang seperti itu akan kehilangan peran dan fungsinya dimasyarakat, bahkan masyarakat tidak akan percaya lagi kepada LSM- LSM kalau mereka masih mementingkan perutnya dari pada kepentingan orang banyak, seperti halnya kejadian tauran antara LSM dengan LSM di Rengasdengklok awal tahun 2014, yang menghanguskan motor mobil mereka dan membuat masyarakat resah, toko- toko yang ada di lokasi itu tutup sejak pagi karena mendengar akan terjadi perang antar LSM untuk memperebutkan limbah pabrik. Demi rupiah mereka dengan organisasinya berani mati, berani hancur, sedangkan banyak masyarakat yang masih membutuhkan bantuan pahlawan bertopeng ( LSM ). Apa jadinya kalau kasusnya seperti itu, LSM tidak membawa kepentingan rakyat, hanya kepentingan kelompok dan golongan, organisasi pragmatis yang berbasis masyarakat harus segera diluruskan kembali peran fungsinya, karena mereka telah kehilangan jati dirinya, kalau tidak segera diluruskan maka ini akan menjadi budaya organisasi yang jelek.
Banyak dari kalangan preman yang badannya penuh dengan tinta bergambar, menjadi anggota LSM, sah- sah saja rekrutment nya seperti itu, tetapi kalau seperti itu dibiarkan terus membudaya maka organisiasi tersebut akan selalu mengedepankan kekerasan, ada konflik sedikit dengan yang lain maka perang jadi jawabannya.
Share

Senja Merah

Post A Comment: