Hakikat Cinta
Karya: Didi Suheri
Tuhan menciptakan dua bola mata kepada kita agar
kita senantiasa memandang sesuatu hal tidak parsial. Tuhan menciptakan dua
telinga dan satu mulut agar kita banyak mendengar dari pada berbicara. Hidup
adalah anugerah dari Tuhan yang tak ada gantinya, tak semua yang hidup mendapat
penghidupan yang baik, ada yang kaya ada pula yang miskin, ada yang sehat ada
yang sakit, ada yang bersyukur ada pula yang kufur.
Tak
semua yang hidup mengerti tentang hakikat hidup itu sendiri. Ada yang hidup
tetap hidup, ada yang hidup tetapi mati,
ada yang mati tetapi hidup dan ada yang mati tetap mati. Manakah dari pilihan
itu yang akan kita pilih ?
Setiap
manusia pasti menginginkan yang terbaik untuk hidupnya, begitupun hidup ingin
diperlakukan dengan hidup. Banyak orang yang memperlakukan hidup secara tidak
hidup, menyianyiakannya adalah hal yang paling bodoh, karena kita hiidup bukan
untuk hari ini tetapi untuk hidup yang sejati dan untuk hidup yang tak pernah
mati. Disaat sepi menghinggapi jiwa, tubuh ini terasa kering dan akan terbakar
layaknya tembikar.
Refleksi
jiwa merefleksikan substansi keseluruhan badan, bukan hanya yang nampak tetapi
yang tak nampak juga menjadi objek dalam perenungan. Kekuatan manusia bukanlah
badan yang kekar atau otot yang besar tetapi kekuatan itu berasal dari dalam,
dalam begitu dalam hingga sampai pada cinta yang murni. Cinta tak cukup dengan
mengatakan I LOVE YOU, I MISS YOU, atau dengan kata-kata hiperbolis lainnya,
karena cinta bukan sebatas kata.
Kedangkalan
dalam memaknai cinta, membuat orang-orang tak memiliki cinta, serakah,
bermusuhan yang membuat saudara kita luka dan sakit jiwanya. Peperangan yang
tak pernah usai, pembunuhan, pemerkosaan, sampai korupsi, itu menandakan bahwa
cinta dipahami hanya sebatas kata bukan substansi.
Yang
ada pada hakikatnya tiada,karena ketiadaanlah menjadikan ada. Yang murni hanya
cinta. Yang nampak pada hakikatnya bukan yang nampak, tetapi itu cinta. Aku
lahir ke surga palsu ini karena cinta, aku melihat karena cinta, aku mendengar
karena cinta, bernafas karena cinta, dan aku hidup karena cinta dari cinta yang
murni dan hakiki.
Bukan
Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Yahudi, atau Konghucu, tetapi yang ada
adalah cinta dari wadah yang berdeda.
Bukan
Jawa, Sunda, Batak, Melayu, Bugis dan yang lainnya, yang ada adalah cinta
dengan tradisi yang berbeda.
Walau
terdiri dari beberapa bagian, pada dasarnya adalah satu dari kesatuan yang
satu, sama seperti halnya organ tubuh ini, berbeda bentuk dan fungsinya tetapi
merupakan kesatuan dari badan yang satu dari yang satu.
Cinta tak nampak namun berwujud, wujud dari cinta
adalah kebaikan-kebaikan atas tindakan. Cinta harus diterjemahkan dengan
tindakan, tanpa penerjemahan itu, cinta hanya sebatas konsepsi berfikir.
Cintailah diri ini sebelum mencintai orang lain, ungkapan itu mungkin tepat
ditujukan kepada orang yang mengumbar cinta palsu. Cinta banyak dijadikan instrumen
untuk menyalurkan hasrat seksual dengan meniadakan hukum, bukan hanya hukum
tetapi Tuhan pun ditiadakan saat dua tubuh menjadi satu, yang mereka cari
adalah kenikmatan. Kenikmatan buta, itu yang membawa mereka pada sadisme.
Sadisme adalah nafsu (Passion), bersifat sarkastik (Dryness) dan kreasi hati
(Perseverence). Sadisme merupakan tindakan tanpa mengenal belaskasihan.
Love
Manifesto akan hadir ketika dua tubuh saling memahami dan tanpa paksaan, namun
tak semua orang memahami itu. Wanita yang kerapkali mengalami penindasan
seksual, sadisme terjadi akibat komunikasi yang buruk, dan tak adanya hasrat
untuk melakukan koitus, yang berakibat adanya pemaksaan seksual. Konsepsi
berfikir laki-laki kebanyakan dalam memandang wanita sebagai patner seksual itu
keliru. Laki-laki hanya memandang wanita sebagai objek seksual, adanya subjek
dan objek inilah awal mulanya penindasan muncul. Wanita sebagai objek tentu ini
tidak menguntungkan bagi wanita, dengan menjadi objek ia hanya bisa berpasrah
kepada subjek tanpa diberikan kebebasan hak yang sama. Inilah yang disebut
pemerkosaan dalam rumah tangga.
Konsep
pendidikan Paulo Freire yang menghapuskan pendidikan dengan teori Bank, yang
dimana ada nasabah dan penerima uang penabung. Hal itu menyimpulkan bahwa
pendidikan dengan konsep Subjek (Teacher) dan Objek (Students) tidak relevan,
begitupun dalam melakukan koitus, alanmgkah lebih baik ketika laki-laki menjadi
subjek, dan wanita juga menjadi subjek, dengan seperti itulah akan ada
penyerahan diri secara total dari wanita. Kreasi dan Kreativitas seksual wanita
dalam melakukan koitus tidak dibelenggu, dengan itulah maka aku ada.
Gemerlip rumah bordil yang didepannya
berjejer boneka-boneka seks, memamerkan tubuh mencari dalangnya. Mereka siap
dimainkan dan memberikan pelayanan yang baik kepada dalang seks. Pelayanan yang
baik dan memuaskan jarang sekali diterima oleh boneka-boneka seks, malahan yang
mereka terima adalah pemerkosaan dalam pemerkosaan. Tapi apalah daya mereka terima itu dengan
lapang dada dan mereka memiliki kesadaran naif, bahwa itu adalah resiko
menjadikan tubuhnya sebagai objek. Menyerahan diri bukan berarti penyerahan
secara total, hanya menerima hasrat dari dalang seks tanpa memberikan
seksualitasnya.
Pasivisme organik dari organ seksual kita pada
saat melakukan koitus, seluruh tubuhlah yang bergerak maju mundur dan tangan
membantu usaha memasukan penis tersebut ke vagina. Penis tampil sebagai alat
yang dimanifulasi, didirong masuk, dicabut keluar dan digunakan sama severti
terbukanya vagina dan keluarnya lendir itu tidak bisa dilakukan dengan
disengaja. Kenikmatan seksual itulah yang merupakan kontingensi murni.
Sangatlah wajar ketika wanita menuntut kenikmatan itu, orgasme bukan hanya
boleh dirasakan laki-laki namun itu juga menjadi hak wanita sebagai kegembiraan
luar bisa dimana kesadaran tidak lagi merupakan sesuatu apa selain kesadaran
dari tubuh dan karena itu merupakan suatu kesadaran reflektif dari
korporealitas (pemenuhan kebutuhan badaniah). Selain kenikmatan itu, ada
kematian dan kegagalan hasrat, kenikmatan itu merupakan kematian hasrat kerena kenikmatan
itu bukan hanya penyelesaian melainkan akhir dari tujuannya dan di
manifestasikan dalam ereksi dan ereksi berhenti dengan ejakulasi. Tentu itu
semua akan terasa indah ketika gerakan demi gerakan didasari dengan cinta yang
murni. Setiap lekuk tubuh perempuan menyimpan estetika Tuhan yang harus dijaga
dan jangan di rusak, menghargainya sama dengan kita menghargai Tuhan. Jangan
pernah mempertanyakan keadilan Tuhan dimana, dengan menciptakan laki-laki dan
wanita berpasang-pasangan, itu tanda bahwa Tuhan Maha Adil.
Kata-kata
bisa dirangkai sedemikian indah untuk mengelabuhi wanita, tetapi cinta tidak
bisa dikelabuhi dengan sebait atau bahkan ribuan bait puisi. Kita bisa saja
membohongi para pencinta tetapi kita tidak akan membohongi cinta, karena cinta
yang murni itu dari-Nya dan itu diri-Nya sang pemilik cinta, yang sejati itu
Tuhan yang palsu itu manusia.
Post A Comment: