Kaum Idealis Berganti Kelamin
Mahasiswa adalah sekelompok orang
yang belajar di perguruan tinggi. Kampus
adalah tempat para kaum idealis-idealis baru tercipta yang diberi nama
Mahasiswa. Mahasiwa banyak dijuluki Agent Of Change, Agent Of Control, Midle
Class, dan Agent-adent yang lainnya. KeIdelisan mahasiswa inilah yang menjadi
harapan untuk memberikan warna baru di
negeri ini. Tak sedikit mahasiswa yang sering berdemonstrasi, bersorak-sorak,
berorasi dijantung kota demi sebuah tatanan kota yang ideal. Mahasiswa selalu
menginginkan perubahan yang nyata bagi masyarakat. Andai keidealisan itu terus bertahan dan
mengakar dihati sampai para mahasiswa-mahasiswi ini mampu menduduki sistem,
mungkin modal dari keidealisan itu dapat menciptakan tatanan kota, negara, yang
ideal, yang nantinya akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang dapat berbuat
adil. Keadilan bagi orang seorang terdapat, apabila segala bagian daripada
jiwanya, baik yang berkuasa maupun mengabdi, mengerjakan kerjanya
sendiri-sendiri. Pembagian pekerjaan adalah dasar plato untuk menciptakan
perbaikan hidup.
Negara ini tak akan sampai ke titik
ideal ketika tidak di pimpin oleh pemimpin yang bijaksana, berani dan menguasi
diri dan itu akan mencaiptakan sebuah keadilan. Pemimpin negeri ini harus berani
mengatakan yang benar sebagai suatu kebenaran dan yang salah sebagai suatu
kesalahan. Katakanlah kebenaran itu bukan atas dasar ras suku, kelompok, ormas
bahkan agama tapi atas dasar ilmu pengetahuan, dan sempurnakanlah pengetahuan dengan pengertian. Ilmu pengetahuan tanpa dibarengi
kemanusiaan itu hanya akan menciptakan pelacur-pelacur intelektual. Hari ini
Indonesia sedang dilanda krisis kejujuran dan krisis keadilan, buktinya banyak
pejabat-pejabat negara yang mengatas namakan pelayan rakyat itu malah
menyimpang dari tujuan awal, seperti banyaknya korupsi, kolusi, dan nepotisme
dan banyak pejabat-pejabat yang berpaham Asuisme, ketika tidak diberi tulang dia
menggonggong dan ketika diberi tulang, dia malah menjilat. Seperti itulah
cerminan para wakil rakyat hari ini, walau tidak semuanya seperti itu.
21
tahun seorang bapak tua yang berasal dari kota malang, mencari keadilan untuk
anaknya, anaknya yang ditabrak lari sampai meninggal oleh aparat kepolisian,
sampai saat ini belum ada respon apa pun dari pihak pemerintah, belum ada
pertanggungjawaban sampai saat ini, bapak tua itu berjalan kaki dari malang
sampai ke istana presiden dengan membawa gerobak yang bertuliskan, “21 Tahun Mencari keadilan, yang penuh
rekayasa dan kebohongan”. miris sekali melihat perjuangan bapak tua itu,
mencari keadilan tapi keadilan itu seolah tertutupi oleh kabut hitam yang
tebal. Ini menandakan bahawa sulitnya mencari keadilan dinegeri ini, keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itu masih jauh sekali dari realita. Plato
mengatakan bahwa “negara yang ideal
adalah negara yang mengedepankan keadilan, karena sebuah keadilan akan
memberikan kesejahteraan bagi orang banyak”.
Apapun
agama atau keyakinan seorang pemimpin, itu tidak menjadi ukuran pemimpin bangsa
ini, karean agama hari ini hanya dijadikan kedok yang menjijikan, wibawa
dijadikan alat melindungi diri, bahkan agama pun dijadikan mainan oleh orang politik.
Maka dari itu jangan lah menjadi orang skeptis atau ragu- ragu dalam
menyuarakan kebenaran, qullil haq
wallaukana murron ( katakanlah yang sebenarnya walaupun pahit).
Yang jadi pertanyaan adalah kemana para kaum idealis yang katanya akan memberikan perubahan itu ? sampai saat ini belum ada perubahan yang signifikan bagi pemerintahan dan bagi masyarakat, atau jangan- jangan mereka sudah berganti kelamin ? sebelum mereka menjadi wakil rakyat, menjadi pelayan rakyat, mereka menggembor-gemborkan visi misi untuk perubahan, untuk mensejahterakan rakyat tapi kenyataannya nol besar, rakyat dibawah tetep tidak mendapatkan kesejahteraan itu. karena rakyat itu tidak butuh janji tapi butuh bukti, masyarakat tidak butuh teori apapun yang masyarakat butuhkan action. satu ons aksi lebih berharga dari seribu ton teori (Fredrich Angel ).
Sekarang idealisme tidak dijadikan lagi sebagai konsep pemikiran, tapi hanya sebagai tuntutan peran untuk memuluskan jalan menuju singgasana kekuasaan. ironi sekali, apakah harus dilakukannya dekontruksi untuk pemerintahan sekarang, kalau memang perlu lakukanlah. demi menyelamatkan negara dan bangsa ini.
Post A Comment: