Navigation

Kembalikan Misi Islam Sebagai Pembebas

Penulis : Didi Suheri



Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alamnya, kaya akan budaya, kaya akan bahasa, bermacam-macam suku, ras dan agama. Mayoritas rakyat Indonesia adalah muslim, walau begitu Indonesia bukanlah negara islam, Indonesia berideologi Pancasila. Para pendiri negara meyakini bahwa perjuangan melawan penjajahan di tanah ini tidak serta merta dilakukan oleh orang muslim semua namun dari agama lain juga ada yang ikut memperjuangkan kemerdekaan. Perbedaan merupakan rahmat bukan sesuatu yang harus dilenyapkan. Dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat 2 “setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.” Dalam bunyi pasal tersebut jelas sekali bahwa Indonesia memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memeluk agama sesuai dengan kepercayaannya. Indonesia indah karena keberagamannya. Dibalik keindahan itu gesekan- gesekan antar umat beragama kerap kali terjadi, perjuangan- perjuangan yang mengatasnamakan Tuhan sering diwarnai dengan kekerasan, penghancuran tempat- tempat ibadah, mengkafirkan seseorang dan golongan itu sangat jauh dari sifat Allah yang “Rahman” dan “Rahim”, kalau harus berkaca pada masa orde baru disana terjadi diskriminasi terhadap etnis cina yang minoritas, mereka tidak diakui keberadaannya oleh pemerintah, untuk merayakan hari raya imlek mereka harus bolos bekerja, dan sekolah, karena hari raya imlek tidak dijadikan hari libur nasional. Ketika Gusdur memimpin negeri ini, ia mencerminkan islam yang moderat serta menjunjung tinggi toleransi umat beragama, terbukti ia menjadikan hari raya imlek sebagai hari libur nasional, sifat- sifat yang seperti itulah yang harus ditiru.
Organisasi- organisasi Islam, sering kali memberikan percikan- percikan peperangan antar umat beragama, contoh ketika Ahok diangkat jadi Gubernur DKI Jakarta, FPI dan HTI menolak pengangkatan Ahok dengan cara berdemonstrasi dijalanan serta menulis kata-kata “Ahok Musuh Islam”, “Ahok Kafir”, dsb. Hal-hal seperti itulah yang akan menimbulkan gesekan- gesekan antar umat beragama. Lebih baik suatu negara dipimpin oleh orang kafir tetapi mampu memberikan keadilan, dari pada dipimpin oleh seorang muslim tetapi tidak bisa memberikan keadilan, dunia akan bisa bertahan dengan keadilan dan kekafiran, namun tidak dengan ketidakadilan. Ibn Taymiyyah seorang ahli hukum pada abad pertengahan mengatakan “ kehidupan manusia di bumi ini akan lebih tertata dengan sistem yang berkeadilan walau disertai perbuatan dosa dari pada dengan tiran yang alim. Plato Seorang filosof dari Yunani mengatakan “ Negara yang ideal adalah negara yang mengedepankan keadilan, karena keadilan akan memberikan kesejahteraan kepada orang banyak.” Dalam Al- Qur’an pun dikatakan “ adil lebih dekat dengan taqwa.”
Banyak kasus yang terjadi tentang pengkristenisasian umat muslim, orang- orang islam yang ada dalam lingkaran kemiskinan itu kurang di perhatikan oleh umat islam itu sendiri, ustad dan kiyai dimabukkan dengan ibadahnya, dan berlomba-lomba menghitamkan keningnya tanpa memikirkan kondisi sosial dilingkungannya. orang-orang islam yang berada dalam garis kemiskinan dan tidak terperhatikan menjadi sasaran untuk pengkristenisasian, dengan lima bungkus Mie instan dan uang beberapa ratus ribu mereka mau menukarkan agamanya. Miris melihat kondisi umat islam hari ini, perlu adanya rekonstruksi pemikiran islam sebagai pembebas, pembebas dari kemiskinan, dari penindasan, belenggu tirani, pemberengusan hak-hak buruh dan sebagainya, melihat kasus diatas siapa yang salah ? orang miskinkah atau kita sebagai muslim. Ini adalah cambukan untuk orang muslim bahwa kita hidup tidak cukup dengan sholat, dakwah, berdzikir namun harus diimbangi dengan kekayaan jiwa sosial yang tinggi.
“La Ila ha Ilallah” yang artinya tiada Tuhan selain Allah, harus dipahami secara utuh, bahwa dengan mengucapkan lafadz tersebut kita sudah berkomitmen untuk memperjuangkan pembebasan, terutama pembebasan sosia-ekonomi. Banyak Tuhan- tuhan yang disembah oleh masyarakat sekarang ini, buruh mentuhankan pekerjaannya, buruh rela mengorbankan ibadah shalat jum’at, puasa, bahkan hari raya Idul Fitri, demi mendapatkan kepercayaan dari perusahaan, para pejabat sibuk menuhankan uang, mereka ingin hidup kaya tetapi salah tempat, ingin kaya ya berwirausaha, institusi atau lembaga pemerintahan bukan instrument untuk mendapatkan kekayaan tetapi lebih kepada pengabdian. Gusdur pernah mengatakan “ Tuhan tidak perlu dibela, karena dia maha segalanya, belalah mereka yang diperlakukan tidak adil.” Biarlah Indonesia ini menjadi negara sekuler tidak perlu menjadi negara islam, islam tidak perlu digerek menjadi bendera, dan memahami islam jangn statis tetapi harus dinamis.
Share

Senja Merah

Post A Comment: